Wednesday, December 28, 2011

Hal-hal yang Penting dalam Tahap Perkembangan Kepribadian - Harry Stack Sullivan

Hal-hal yang Penting dalam Tahap Perkembangan Kepribadian

1. Infancy (masa kelahiran sampai usia 18 tahun)

Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun. Pada masa ini manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Kematian bayi dibagi menjadi 2 yaitu kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama hidup) dan post neonatal (setelah 27 hari).

Daerah oral merupakan daerah utama dalam interaksi antara bayi dan lingkungannya. Segi lingkungan yang menonjol pada masa bayi adalah benda yang menyediakan makanan kepada bayi yang lapar, putting susu ibu atau dot dari botol

Ciri khas dari tahap infantile adalah :

a. Munculnya dinamisme apati dan pelepasan dan pelepasan diri dengan cara mengantuk.

b. Peralihan dari cara prototaksik ke parataksik.

c. Organisasi personifikasi-personifikasi seperti ibu yang baik, tenang, menerima dan memberi kepuasan.

d. Organisasi pengalaman melalui belajar dan munculnya dasar-dasar sistem diri.

e. Diferensiensi tubuh bayi sendiri sehingga bayi belajar memuaskan tegangannya terlepas dari ibu missal menghisap ibu jari.

f. Belajar melakukan gerakan-gerakan terkoordinasi yang melibatkan tangan dan mata, tangan dan mulut serta telinga dan suara.

2. Childhood (usia 18 bulan sampai 5 tahun)

Periode ini disebut juga usia prasekolah. Ciri khas perkembangan balita :

a. Pertambahan berat badan menurun, sebab balita menggunakan banyak energi untuk bergerak.Perkembangan fisik

b. Terjadi pembedaan diri dengan orang lain.Perkembangan psikologis

c. Semakin baiknya penguasaan terhadap tangan dan kakinya.Perkembangan psikomotor.

Cara belajar pada usia ini melalui bermain dan rangsangan dari lingkungannya terutama lingkungan rumah. Ada pula pendidikan di luar rumah yang terprogram dan terstruktur.

Contoh permainan yang bisa dilakukan :

a. Permainan peran untuk melatih kemampuan pemahaman sosial. Contoh dokter-dokteran.

b. Permainan imajinasi untuk melatih kemampuan kreativitas anak.

c. Permainan motorik untuk melatih kemampuan motorik kasar dan halus.
permainan palang, permainan keseimbanganMotorik kasar mewarnaiMotorik halus

3. Juvenile (usia 5-11 tahun)

Pada masa ini anak-anak mulai membandingkan segala sesuatu yang diterima di rumahnya dengan yang ia temui di luar. Norma-norma moral yang tadinya absolut di rumah kini menjadi relatif.

4. Preadolescence (antara 11-13 tahun)


Ditandai dengan masaknya organ-organ produksi sehingga secara fisik-biologis remaja siap untuk beranak pinak. Daya tarik heteroseksual menjadi lebih kuat.

Ciri-ciri utama pada periode ini adalah :

a. Tumbuh tanda-tanda seksual.

b. Tubuh mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.

c. Perilaku ditandai dengan negativisme yaitu sering menyendiri, bosan dengan berbagai aktivitas, hidup seenaknya antagonistik.

5. Early Adolescence (Masa dewasa awal, antara 14-17 tahun)

Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja adalah idealis, ia memandang dunia seperti apa yang dia inginkan bukan sebagaimana adanya. Pada masa ini disebut juga periode pemantapan identitas diri, namun hal tersebut tidak selalu berjalan mulus, tetapi sering mengalami proses yang panjang dan bergejolak. Ciri-ciri perilaku yang menonjol terutama pada perilaku sosialnya.

6. Late Adolescence (Masa dewasa akhir antara 18-20 tahun)

Secara umum dapat disebut sebagai umur pemantapan diri terhadap pola hidup baru. Mulai serius belajar demi karir di masa yang akan datang, mulai memilih-milih pasangan yang lebih serius dan cita-citanya menjadi lebih realistis.

7. Adulthood (Masa dewasa)

Menggambarkan segala organisme yang telah matang. Seseorang dapat saja dewasa secara biologis, dan memiliki karakteristik perilaku dewasa, tetapi tetap diperlakukan sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa secara hukum. Sebaliknya, seseorang dapat secara legal dianggap dewasa, tetapi tidak memiliki kematangan dan tanggung jawab yang mencerminkan karakter dewasa. Dengan demikian kedewasaan dapat diartikan dari aspek biologi, hukum, karakter pribadi atau status sosial.


Daftar Pustaka

Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.

Levels of Cognition - Harry Stack Sullivan

Levels of Cognition

Sullivan membagi kognisi menjadi tiga level atau model pengalaman: prototaxic, parataxic dan syntaxic. Level kognisi menunjukkan cara menerima, berimajinasi, dan mengarang. Pengalaman pada level protaxic tidak bisa dikomunikasikan. Pengalaman partaxic adalah personal, pralogikal, dan dikomunikasikan hanya dalam bentuk yang terdistorsi; dan kognisi syntaxic adalah komunikasi interpersonal yang berarti.

a) Prototaxic Level

Pengalaman yang paling awal dan primitif seorang bayi terjadi pada level protaxic. Karena pengalaman ini tidak bisa dikomunikasikan dengan orang lain, pengalaman ini sulit dijelaskan atau didefinisikan. Satu cara untuk mengerti isitilah ini adalah dengan membayangkan pengalaman subjektif dari seorang bayi yang baru lahir. Pengalaman ini harus, dengan suatu cara, berhubungan dengan beberapa zona yang berbeda pada tubuh. Seorang bayi yang baru lahir merasa lapar dan sakit, dan pengalaman prototaxic ini menghasilkan tindakan yang bisa dilihat, contohnya, menkemot dan menangis. Bayi tidak tahu alasan untuk tindakan ini dan tidak melihat hubungan tindakan ini dengan diberi makan. Sebagai pengalaman yang tidak terdeferensiasi, kejadian prototaxic melampaui daya ingat sadar.

Pada orang dewasa, pengalaman prototaxic mengambil bentuk dalam sensasi sementara, gambar-gambar, perasaan, mood, dan impression. Gambaran mimpi primitif ini dan kehidupan sadar secara redup dimengerti atau secara penuh tidak sadar. Walau orang tidak mampu mengkomunikasikan gambaran ini pada orang lain, mereka kadang bisa memberi tahu orang lain bahwa mereka baru saja mendapat sensasi yang aneh, yang tidak bisa mereka sampaikan dalam bentuk kata-kata.

b) Parataxic Level

Pengalaman parataxic adalah pralogis dan biasanya terjadi ketika seseorang menganggap hubungan relasi sebab-akibat antara dua kejadian yang terjadi secara bersamaan. Kognisi parataxic lebih terdifferensiasikan daripada pengalaman prototaxic, tapi artinya tetap privat. Maka dari itu, pengalaman ini hanya bisa dikomunikasikan dengan orang lain dalam bentuk yang terdistorsi.

Contoh pemikiran parataxic terjadi ketika seorang anak dikondisikan untuk mengatakan "please" ketika menerima permen. Kalau "permen" dan "please" terjadi bersama berkali-kali, si anak mungkin mencapai kesimpulan tidak logis bahwa ucapannya membuat permen muncul. Kesimpulan ini adalah parataxic distortion, atau sebuah kepercayaan tidak logis bahwa hubungan sebab-akibat terjadi antara dua kejadian dalam kedekatan waktu yang dekat. Tapi, mengatakan kata "please" tidak , dengan sendirinya, menyebabkan permen muncul. Seseorang yang mengeluarkan permen harus hadir yang mendengar kata itu dan mampu dan bisa memenuhi permintaan tersebut. Ketika tidak seorangpun muncul, seorang anak bisa meminta tuhan atau orang imajiner untuk memberikan permen. Perilaku dewasa yang baik datang dari pemikiran parataxic yang mirip.


c) Syntaxic Level

Pengalaman yang secara konsensus divalidasikan dan bisa dikomunikasikan terjadi pada level sintaktik. Pengalaman yang divalidasi secara konsensual adalah yang memiliki arti yang disetujui oleh dua orang atau lebih. Kata-kata, contohnya, secara konsensual divalidasi karena orang yang berbeda kurang lebih setuju dengan artinya. Simbol yang paling sering digunakan oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah yang berbentuk bahasa, termasuk kata-kata dan bahasa tubuh.

Sullivan menghipotesiskan bahwa kognisi syntaxic muncul ketika suara atau gesture mulai memiliki arti yang sama untuk orang tua seperti untuk anak. Level kognisi syntaxic menjadi lebih meluas sementara anak mulai membentuk bahasa formal, tapi tidak pernah secara penuh mengganti kognisi prototaxic dan parataxic. Pengalaman dewasa mengambil di ketiga level itu.

Tahapan Perkembangan Menurut Sullivan

Menurut Sullivan, kepribadian berkembang dalam tahap-tahap perkembangan tertentu. Ada tujuh tahapan perkembangan yaitu :

1. Infancy (masa kelahiran sampai mampu berbicara, usia 18 bulan)

2. Childhood (masa kanak-kanak, usia 18 bulan sampai 5 tahun)

3. Juvenile (usia 5-11 tahun)

4. Preadolescence (masa pradewasa, antara 11-13 tahun)

5. Early adolescence (masa dewasa awal, antara 14-17 tahun)

6. Late adolescence (masa dewasa akhir, antara 18-20 akhir)

7. Adulthood (masa dewasa / sebagai orang tua, setelah usia 20 sampai 30 tahun).



Daftar Pustaka

Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.

Personifications - Harry Stack Sullivan

Personifications



Pada awal infancy dan berlanjut pada tahap perkembangan lainnya, orang memiliki berbagai gambaran akan diri mereka dan lainnya. Gambaran ini, disebut personifikasi, mungkin cukup akurat, atau karena diwarnai oleh kebutuhan dan anxiety orang, personifikasi ini mungkin sangat terdistorsi. Sullivan (1953b) mendeskripsika tiga personifikasi dasar yang berkembang pada masa bayi - bad-mother, good mother, dan me. Selain itu beberapa anak mendapat personifikasi iedetik (teman bermain imajiner) pada masa kecilnya.

a) Bad-Mother, Good-Mother

Setelah personifikasi bad-mother terbentuk, seorang bayi akan mencapat personifikasi good-mother berdasarkan perilaku sayang dan kooperatif dari the mothering one. Kedua personifikasi ini, satu berdasarkan persepsi bayi akan ibu yang anxious dan malevolent dan yang satu lagi berdasarkan ibu yang tenang, sayang, bergabung untuk membentuk personifikasi kompleks yang terdiri dari kualitas yang berkontras yang terprojeksi pada seorang yang sama. Hingga si anak mengembangkan bahasa, kedua gambaran ibu ini bisa saling koeksis.

b) Me Personifications

Pada tahap midinfancy, seorang anak mendapat tiga personifikasi me (bad-me, good-me, dan not-me) yang membentuk bahan bangunan dari self personification. Masing-masing terkait dengan konsep aku dan tubuhku yang berevolusi. Personifikasi bad-me dibentuk pada konsepsi yang berevolusi tentang aku atau tubuhku. Personifikasi bad-me dibentuk dari pengalaman hukuman dan ketidak setuuan dari bayi yang menerima dari mothering one mereka. Anxiety yang dihasilkan cukup kuat untuk mengajar bayi bahwa mereka nakal, tapi tidak cukup parah untuk menyebabkan pengalaman tersebut tersebut didisosiasikan atau selectively inattended. Seperti personifikasi lainnya, bad-me dibentuk dari situasi interpersonal. Yaitu, bayi bisa belajar bahwa mereka nakal dari orang lain, biasanya dari bad-mother.

Personifikasi good-me menghasilkan pengalaman bayi dengan penghargaan dan persetujuan. Bayi merasa baik tentang diri mereka sendiri ketika mereka menerima ekspresi tenderness dari ibu mereka. Pengalaman seperti ini mengurangi anxiety dan memupuk personifikasi good-me. Anxiety yang demikian parah, mungkin menyebabkan bayi untuk membentuk personifikasi not-me dan mendisosiasikan atau selectively inattend pengalaman yang berhubungan dengan anxiety tersebut. Seorang bayi menoak pengalaman tersebut terhadap image me sehingga mereka menjadi bagian dari personifikasi not-me. Personifikasi bayangan not-me ini juga ditemukan oleh banyak orang dewasa dan diekspresikan dalam mimpi, episode schizophrenic dan reaksi disosiasi lainnya. Sullivan percaya bahwa pengalaman mimpi buruk ini selalu diawali dengan peringatan. Ketika orang dewasa diserang oleh anxiety yang mendadak dan kuat, mereka menjadi terkuasai oleh uncanny emotion. Walau pengalaman ini menghalangi seseorang dalam relasi interpersonal mereka, hal ini berlaku sebagai signal yang berharga dalam mendekati reaksi schizophrenic. uncanny emotion mungkin dialami dalam mimpi atau mengambil bentuk rasa kagum, horor, jijik atau rasa "merinding" (Sullivan, 1953b).

c) Eidetic personifications

Tidak semua relasi interpersonal adalah dengan orang yang nyata; beberapa relasi dijalin dengan iedetic personifications: Yaitu perilaku realistik atau teman imajiner yang diciptakan oleh banyak anak demi melindungi rasa percaya diri mereka. Sullivan (1964) percaya bahwa teman imajiner ini mungkin signifikan untuk perkembangan anak sebagai teman bermain yang nyata.

Personifikasi Eidetic, tidak terbatas pada anak-anak; banyak orang dewasa melihat sifat fiktif dengan orang lain. Personifikasi Eidetic bisa menciptakan kolflik dalam relasi interpersonal ketika seseorang memproyeksikan pada orang lain sifat imajiner yang merupakan sisa-sisa dari relasi sebelumnya. Eidetic personifications juga menghalangi komunikasi dan menghalangi orang-orang dari berfungsi pada level kognisi yang sama.


Daftar Pustaka
Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.


GAMBAR :
theglaringfacts.com

Teori Energy Transformations Dan Dynamisms Harry Stack Sullivan

Energy transformations

Tension yang dirubah menjadi tindakan, apakah overt ataupun covert, disebut transformasi energi. Ini adalah istilah yang rancu yang mengacu pada perilaku kita yang diarahkan pada pemenuhan need dan mengurangi anxiety - dua tension utama. Tidak semua transformasi energi adalah tindakan yang jelas dan overt; banyak mengambil bentuk emosi, pikiran atau perilaku covert yang bisa disembunyikan dari orang lain.

Dynamisms

Transformasi energi menjadi terorganisir sebagai pola perilaku tipikal yang mengkarakteristikan seorang sepanjang hidupnya. Sullivan (1953b) menyebut perilaku ini sebagai dynamism, sebuah istilah yang berarti sama dengan sifat atau pola kebiasaan. Dynamism memiliki dua kelas utama: pertama, yang berhubungan dengan zona spesifik dalam tubuh, termasuk mulut, anus, dan alat kelamin; dan kedua, yang berhubungan dengan tension. Kelas kedua ini terdiri dari tiga kategori - Disjunctive, Isolating, Conjunctive. Dinamisme disjungtif mencakup pola perilaku yang destruktif yang berhubungan dengan konsep malevolence; Dynamisme isolating mencakup pola perilaku (seperti nafsu) yang tidak berhubungan dengan relasi interpersonal; dan dinamisme konjunctive mencakup pola perilaku yag menguntungkan, seperti keintiman dan self-system.

a) Malevolence

Malevolence adalah dinamisme disjunktif tentang kejahatan dan kebencian, yang dikarakterisasikan oleh perasaan dari hidup diantara musuh seseorang. (Sullivan, 1953b). Malevolence berawal pada umur 2 atau 3 tahun ketika tindakan anak yang pada walanya membawa tenderness maternal dihilangkan, dihiraukan atau mendapat respon anxiety dan sakit. Ketika orang tua berupaya untuk mengendalikan perilaku anak mereka dengan memberikan rasa sakit fisik atau perkataaan yang menghentikan perilaku tersebut, beberapa anak akan belajar untuk menahan ekspresi akan kebutuhan tendernes dan melindungi diri dengan mangadopsi perilaku malevolent. Orang tua dan rekan sebaya kemudian menemukan bahwa akan lebih sulit untuk bereaksi dengan tenderness, yang akhirnya mensolidifikasi perilaku negatif si anak terhadap dunia.

Perilaku malevolent sering kali mengambil bentuk minder, mencari masalah, kekejaman atau perilaku asosial atau antisosial lainnya. Sullivan mengekspresikan perilaku malevolent dengan pernyataan ini: "Pada suatu waktu semuanya indah, tapi itu sebelum aku harus berurusan dengan orang lain." (p. 216)

b) Intimacy


Intimacy tumbuh dari kebutuhan untuk tenderness tapi lebih spesifik dan melibatkan hubuntan interpersonal yang dekat antara dua orang yang lebih atau kurang memiliki status yang sama. intimasi tidak boleh dibingungkan dengan ketertarikan seksual. Bahkan intimacy berkembang sebelum pubertas, secara ideal pada masa preadolescence ketika intimacy biasanya ada antara dua anak, yang masing-masing saling memandang satu sama lain dengan nilai yang sama. Karena intimacy adalah dinamisme yang membutuhkan partnership yang seimbang, intimacy tidak biasanya eksis dalam relasi orang tua-anak kecuali keduanya sama-sama dewasa dan memandang satu sama lain sebagai individu yang sebanding.

Intimacy adalah dinamisme yang mengintegrasikan yang biasanya menarik keluar reaksi saling mengasihi dari pihak yang lain, sehingga mengurangi anxiety dan kesepian, dua pengalaman yang sangat menyakitkan. Karena intimacy membantu menghindari anxiety dan kesepian, intimacy adalah pengalaman yang rewarding yang diinginkan oleh kebanyakan orang yang sehat. (Sullivan, 1953b).

c) Lust

Di pihak lain, lust adalah tendensi yang mengisolasi, tidak membutuhkan orang lain untuk memuaskan lust. Lust memanifestasikan diri sebagai perilaku autoerotik bahkan ketika orang lain menjadi objek lust seseorang. Lust adalah dinamisme yang sangat kuat pada masa adolescence, dimana pada masa itu, lust sering mengarah pada pengurangan rasa percaya-diri. Upaya akan aktivitas yang bernafsu sering ditolak oleh orang lain, yang meningkatkan anxiety dan mengurangi perasaan harga diri. Bahkan, lust sering kali menghindari relasi intim, terutama ketika masa adolescence awal ketika lust sering kali disalah artikan dengan ketertarikan seksual.

d) Self-System

Yang paling kompleks dan inklusif dari semua dinamisme adalah self-system, sebuah pola perilaku yang konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal seseorang dengan melindungi mereka dari anxiety. Seperti intimacy, self-system adalah dinamisme yang konjungtif yang timbul dari situasi interpersonal. Tapi, hal tersebut berkembang lebih awal dari intimasi, pada sekitar umur 12 hingga 18 bulan. Semasa anak mengembangkan intelejen dan foresight, mereka menjadi bisa mempelajari perilaku mana yang berhubungan dengan peningkatan atau penuruan anxiety. Kemampuan untuk mendeteksi peningkatan atau penurunan anxiety ini menyediakan self-system dengan sebuah alat peringatan.

Peringatan ini, namun, adalah buah simalakama. Di satu pihak, peringatan ini berlaku sebagai sinyal, yang memperingati seseorang terhadap tingkat anxiety yang meningkat dan memberikan kesempatan pada mereka untuk melindungi diri. Di pihak lain, keinginan untuk perlindungan terhadap anxiety membuat self-system bebal terhadap perubahan dan menghalangi orang dari menarik keuntungan dari pengalaman yang memenuhi diri mereka dengan anxiety. Karena tugas utama self-system adalah untuk melindungi orang terhadap anxiety, hal ini adalah "batu sandungan utama terhadap perubahan yang menguntungkan dalam kepribadian" (Sullivan, 1953b, p.169). Namun, Sullivan (1964) percaya bahwa kepribadian tidaklah statik dan pada dasarnya terbuka terhadap perubahan pada awal berbagai tahap perkembangan.

Selama self-system berkembang, orang-orang mulai membentuk gambaran yang konsisten tentang diri mereka. Kemudian, pengalaman interpersonal apapun yang dianggap berlawanan terhadap self-regard mereka mengancam keamanan mereka. Sebagai akibatnya, orang berupaya untuk melindungi diri mereka dari tension antipersonal dengan cara security operations, yang bertujuan untuk mengurangi perasaan tidak aman atau anxiety yang muncul dari rasa percaya diri yang terancam. Orang-orang kadang menolak atau memanipulasi pengalaman interpersonal yang berlawanan dengan self-regard mereka. Contohnya, ketika orang-orang yang menganggap dirinya tinggi disebut inkompeten, mereka bisa memilih untuk menganggap orang yang menghina mereka adalah bodoh, atau, mungkin hanya bercanda. Sullivan (1953b) menyebut security operations sebagai "rem yang kuat akan kemajuan pribadi dan manusia." (p. 374)
Dua security operations yang penting adalah dissociation dan selective inattention.

Dissociation mencakup impuls, keinginan dan need yang oleh seseorang tidak diijinkan untuk muncul ke kesadaran mereka. Beberapa pengalaman pada masa bayi menjadi terdisosiasikan ketika perilaku seorang bayi tidak dihargai atau dihukum, maka pengalaman tersebut tidak menjadi bagian dari self-system. Pengalaman dewasa pun terlalu asing pada standar perilaku seseorang bisa menjadi terdisosiasikan. Pengalaman ini tidak berhenti eksis tapi terus mempengaruhi kepribadian pada tahap yang tidak sadar. Gambaran terdisosiasikan memanifestasikan diri dalam mimpi, angan-angan dan aktivitas tidak sengaja lainnya diluar kesadaran dan diarahkan pada mempertahankan keamanan interpersonal. (Sullivan, 1953b)

Pengendalian focal awareness, disebut selective inattention, adalah penolakan untuk melihat hal-hal yang tidak ingin kita lihat. Hal tersebut berbeda dari disosiasi dalam tingkatan dan asal muasalnya. Pengalaman yang tidak dihadiri secara selektif lebih aksesibel pada kesadaran dan lebih terbatas dalam cakupannya. Pengalaman tersebut berawal setelah kita mendirikan self-system dan dipacu oleh upaya kita untuk menghentikan pengalaman yang tidak konsisten dengan self-esteem kita yang ada. Contohnya, orang yang menganggap dirinya sebagai pengemudi yang sangat taat hukum mungkin "Lupa" bahwa mereka kadang melewati batas kecepatan atau pada saat tertentu mereka tidak berhenti secara total pada tanda stop. Seperti dissociated experience, selectively inattendet perceptions tetap aktif walaupun mereka tidak sadar secara penuh. Hal ini sangatlah penting dalam menentukan elemen mana dari sebuah pengalaman yang akan dihadiri dan yang mana akan dihiraukan atau ditolak (Sullivan, 1953b)


Daftar Pustaka
Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.

TEORI TENSIONS Harry Stack Sullivan

Tensions

Seperti Freud dan Jung, Sullivan (1953b) melihat kepribadian sebagai sistem energi. Energi bisa eksis sebagai Tension (secara potensial sebagai tindakan) atau sebagai tindakan itu sendiri (Energy Transformation). Energy Transformation merubah tension menjadi perilaku covert atau overt dan bertujuan memuaskan kebutuhan dan mengurangi anxiety. Tension adalah potensialitas untuk action yang mungkin atau tidak mungkin dialami dalam kesadaran. maka, tidak semua tension dirasakan secara sadar. Banyak tension, seperti anxiety, premonitions, drowsiness, kelaparan dan sexual excitement adalah setidaknya distorsi parsial dari kenyataan. Sullivan mengenali dua macam tension: need dan anxiety. Need biasanya adalah hasil dari action yang produktif, dimana anxiety mengarah ke perilaku nonproduktif atau disintegratif.


a) Needs

Need adalah tension yang dibawa oleh ketidakseimbangan biologikal antara seseorang dan lingkungan physiochemical, di dalam dan diluar organisme. Kebutuhan adalah episodik - begitu dipuaskan, mereka secara sementara kehilangan kekuatan, tapi setelah beberapa waktu, mungkin muncul lagi. Walau kebutuhan-kebutuhan ini awalnya memiliki komponen biologis, banyak yang berawal dari situasi interpersonal.

Interpersonal need paling dasar adalah tenderness. Seorang bayi mengembangkan kebutuhan untuk menerima tenderness dari perawat utamanya (disebut oleh Sullivan sebagai "the mothering one"). Tidak seperti beberapa kebutuhan lainnya, tenderness membutuhkan tindakan dari setidaknya dua orang. Contohnya, kebutuhan seorang bayi untuk menerima tenderness mungkin diekspresikan sebagai tangisan, senyuman, atau coo, dimana kebutuhan sang ibu untuk memberikan tenderness mungkin dirubah menjadi sentuhan, fondling, atau holding. Dalam contoh ini, kebutuhan untuk tenderness dipenuhi melalui penggunaan mulut bayi dan tangan ibunya.

Tenderness adalah general need karena berhubungan dengan kebaikan hidup seseorang. General need, yang mungkin mencakup oksigen, makanan dan air, berlawanan dengan zonal needs, yang muncul dari area tertentu dalam tubuh. Beberapa area dalam tubuh sangatlah instrumental untuk memuaskan general need dan zonal need. Contohnya, mulut memuaskan general need dengan mengkonsumsi makanan dan oksigen tapi juga memenuhi zonal need untuk aktivitas oral. juga, tangan mungkin dipakai untuk memenuhi general need untuk tenderness, tapi bisa juga digunakan untuk memenuhi zonal need untuk aktivitas manual. juga, zona tubuh lainnya, seperti anus dan alat kelamin, bia dipakai untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut.

Pada awal kehidupan, berbagai zona dalam tubuh mulai memiliki peran yang signifikan dan berkesinambungan dalam relasi interpersonal. Sambil memenuhi kebutuhan untuk makanan, air dan lainnya, seorang bayi mengeluarkan lebih banyak energi dari yang diperlukan, dan kelebihan energi ini dirubah menjadi model karakteristik perilaku yang konsisten, yang disebut dynamism oleh Sullivan.


b) Anxiety

Jenis kedua dari Tension, Anxiety, berbeda dari tension need dalam arti bahwa anxiety adalah disjunctive, lebih diffuse dan rancu, dan tidak membutuhkan tindakan konstan untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau seorang bayi kekurangan makanan (sebuah need), tindakannya pun jelas; tapi kalau mereka anxious, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk membebaskan dari anxiety tersebut.

Dari manakah asal mula anxiety? Sullivan (1953b) mempostulasikan bahwa anxiety dintransfer dari orang tua ke bayi melalui proses yang disebut empati. Anxiety dalam the mothering one pasti menyebabkan anxiety pada bayinya. Karena semua ibu memiliki sejumlah anxiety ketika mengurus bayinya, semua bayi menjadi anxious hingga tingkat tertentu.

Seperti seorang bayi yang tidak bisa mengurangi anxiety, orang tua juga tidak memiliki kemampuan efektif untuk mengurangi anxiety si bayi. Berbagai tanda anxiety atau insecurity oleh bayi kemungkinan berujung dengan upaya orang tua untuk memenuhi kebutuhan bayi. Contohnya, seorang ibu mungkin memberi makan bayinya yang anxious dan menangis karena ia menyalah artikan anxiety dengan kelaparan. Kalau bayi ragu untuk menerima susu, ibunya mungkin menjadi lebih anxious sendirinya, yang kemudian menghasilkan lebih banyak anxiety di dalam bayi. Akhirnya, anxiety bayi tersebut mencapai tahap dimana ia mengganggu dengan mengenyot dan menelan. Anxiety, kemudian, beroperasi berlawanan dengan tension need dan sebagai akibatnya, menghalangi need dari terpuaskan.

Anxiety memiliki efek delesi pada orang dewasa juga. Anxiety adalah kekuatan disruptif paling utama yang menghalangi perkembangan relasi interpersonal yang sehat. Sullivan (1953b) menghubungkan anxiety yang parah dengan hantaman di kepala. Anxiety membuat orang tidak mampu belajar, menghalangi ingatan, menyempitkan persepsi dan menghasilkan amnesia lengkap. Anxiety unik diantara tension dalam arti bahwa anxiety mempertahankan status quo bahkan pada keseluruhan kekurangan orang. Dimana Tension lainnya menghasilkan tindakan yang mengarah pada peredaan, anxiety menghasilkan perilaku yang (1) menghindari orang dari belajar dari kesalahan, (2) membuat orang mengejar keinginan yang kekanak-kanakan untuk perasaan aman, dan (3) secara umum menjamin bahwa orang tidak akan belajar dari pengalaman.

Sullivan mengatakan bahwa anxiety dan kesepian adalah unik diantara semua pengalaman karena bersifat tidak diinginkan dan tidak diharapkan. Karena anxiety bersifat menyakitkan, orang-orang memiliki tendensi alami untuk menghindari hal tersebut, dan akhirnya memilih keadaan euphoria, atau keadaan dimana tidak ada tension sama sekali Sullivan (1954) merangkum konsep ini dengan mengatakan secara sederhana bahwa "Adanya anxiety jauh lebih parah daripada ketiadaan anxiety."

Sullivan membedakan anxiety dari rasa takut dalam beberapa cara yang penting. Pertama, Anxiety biasanya berawal dari situasi interpersonal yang kompleks dan hanya diwakili secara rancu dalam kesadaran; rasa takut bisa dengan lebih jelas diidentifikasi dan sumbernya dapat ditentukan dengan jelas. Kedua, anxiety tidak memiliki nilai positif. Hanya bila dirubah menjadi tension lain (amarah, atau takut contohnya) baru bisa dirubah menjadi tindakan yang menguntungkan. Ketiga, anxiety menghalangi pemenuhan need, dimana rasa takut kadang membantu orang memenuhkan beberapa jenis needs. Oposisi terhadap pemenuhan pemuasaan need diekspresikan dalam kata-kata yang bisa dianggap sebagai definisi Sullivan tentang anxiety: "Anxiety adalah sebuah tension yang berlawanan dengan tension need dan berlawanan dengan tindakan yang sesuai untuk meredakannya." (Sullivan, 1953b, P.44).


Daftar Pustaka
Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.

TEORI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN Harry Stack Sullivan


Proses akulturasi merupakan kerangka dari konsep Sullivan mengenai perkembangan kepribadian. Sullivan mengemukakan suatu pandangan yang lebih bersifat psikologi-sosial tentang perkembangan kepribadian yaitu suatu pandangan dimana pengaruh-pengaruh yang unik dari hubungan-hubungan manusia diberi peran yang semestinya, yang menempatkan faktor sosial menentukan perkembangan psikologis. Sullivan tidak menolak faktor-faktor fisiologis sebagai hal yang menentukan perkembangan kepribadian, sebab ia berpendapat bahwa kadang-kadang pengaruh-pengaruh sosial yang berlawanan dengan kebutuhan fisiologis seseorang bisa menyebabkan pengaruh yang merugikan kepribadiannya.

Tema sentral teori Sullivan berkisar pada anxietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk kepribadian. Sullivan mengemukakan bahwa setiap pribadi membutuhkan adanya hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi ini merupakan sumber perkembangan pribadi. Maka, salah satu ciri dari kepribadian yang sehat adalah kemampuannya untuk menjalin hubungan antar pribadi. Ciri lainnya yaitu kemampuan untuk mengadakan personifikasi diri secara tepat yang dibangun atas dasar relasi-relasi antar pribadi. Setiap pribadi memiliki konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman khasnya dalam hubungan relasinya dengan orang-orang atau dengan dirinya sendiri. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah :
1. Pengalaman prototasik yaitu rangkaian peristiwa yang terpisah-pisah yang tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Contoh : pengalaman pada bayi.
2. Pengalaman parataksik yaitu pengalaman yang tampaknya mempunyai hubungan kausal (sebab-akibat) tetapi tidak mengalami hubungan yang logis.Contoh : supir yang mengendarai mobil dan menabrak kucing akan mengalami nasib sial.
3. Pengalaman sintaksik yaitu pengalaman yang melahirkan bentuk pemikiran tertinggi yang dapat dicapai individu manusia dengan kesepakatan kelompok orang dan berdasarkan susunan logis melahirkan sesuatu. Contoh : kesepakatan masyarakat terhadap huruf-huruf dan angka angka.

Sullivan mengemukakan bahwa diri adalah isi dari kesadaran pada setiap saat jika orang benar-benar senang dengan perasaan harga dirinya, prestise yang diperolehnya di antara sesamanya, serta penghargaan dan hormat yang diberikan mereka kepadanya.


Daftar Pustaka
Mavis hetherington, E. Ross D. Parke. 1991. Child Psychology A cotemporary View Point. Boston : Mcgraw – Hill College.

Soemadi, S. Pengantar Psikologi Sosial 1. Jajasan Penerbit Fak. Psikologi, Yogyakarta, 1968.

www.wikipedia.com/sullivan . di akses pada : 26 November 2010.

www.edpsycinteractive.org/topics/intimacy/sullian.html . di akses pada : 26 November 2010.

GAMBAR :
GOOGLE.COM

Friday, December 16, 2011

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN OBSERVASI

KELEBIHAN OBSERVASI


Kelebihan dari observasi, antara lain:
1. Pengamat mempunyai kemungkinan untuk langsung mencatat hal-hal, perilaku pertumbuhan, dan sebagainya, sewaktu kejadian tersebut masih berlaku, atau sewaktu perilaku sedang terjadi sehingga pengamat tidak menggantungkan data-data dari ingatan seseorang.
2. Pengamat dapat memperoleh data dan subjek, baik dengan berkomunikasi verbal ataupun tidak, misalnya dalam melakukan penelitian. Sering subjek tidak mau berkomunikasi secara verbal dengan peneliti karena takut, tidak punya waktu atau enggan. Namun, hal ini dapat diatasi dengan adanya pengamatan (observasi) langsung.


BEBERAPA KELEMAHAN DALAM OBSERVASI:


1. Hallow effect
Pengaruh kesan pertama dan kesan luarnya saja saat menilai subjek.

2. Hawthron effect
Suatu tedensi tingkah laku akan di atur menjadi Nampak berbeda dari kondisi yang alamiah dan Nampak menjadi lebih baik.

3. Refleksi observer
Struktur kepribadian observer turut berpengaruh dan bermain dalam hasil pengamatannya terhadap objek yang di observasi. Misal pengalaman pengalaman emosional observer dapat tampil pada waktu observasi berlangsung


ALAT-ALAT PENGAMATAN

Untuk menambah ketepatan pengamatan, selain dilengkapi dengan alat-alat untuk mencatat, biasanya peneliti juga dilengkapi dengan alat-alat sebagai berikut.
• Tape recorder, untuk merekam pembicaraan.
• Kamera, untuk merekam berbagai kegiatan secara visual.
• Film atau video, untuk merekam kegiatan objek penelitian secara audio-visual.
• Buku dan pulpen, untuk mencatat hasil penelitian.



Referensi :
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Fudyartanta, Ki. 2005. Pengatar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Basuki, Heru. 2006. Penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.

SYARAT OBSERVASI MENJADI ALAT PENGUMPULAN DATA DAN CARA PENCATATAN OBSERVASI

SYARAT OBSERVASI MENJADI ALAT PENGUMPULAN DATA YANG ILMIAH

1. Diabdikan pada pola dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.
2. Direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis dan tidak secara kebetulan (accidental) saja.
3. Dicatat secara sistematis dan dikaitkan dengan proposisi – proposisi yang lebih umum dan tidak karena didorong oleh impuls dan rasa ingin tahu belaka.
4. Validitas, realibitas dan ketelitiannya di cek dan di control seperti pada data olmiah lainnya. (Kartono 1980 dalam Heru 2006)


CARA-CARA PENCATATAN

Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan jawaban-jawaban, respon, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula. Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan ‘kuantifikasi’ terhadap hasil-hasil penyelidikannya. Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang timbul dapat dihitung dan ditabulasikan. Ini akan sangat memudahkan pekerjaan analisa hasilnya nanti.

Berikut observasi jika dilihat dari cara pencatatannya dibagi menjadi dua yaitu :

a. Observasi dengan pencatatan langsung (immediate recording).
Pencatatan hal – hal penting langsung dilakukan saat sedang melakukan observasi, tetapi subjek yang diobservasi tidak sampai mengetahuinya.

b. Observasi pencatatan retrospektif (retrospective recording).
Pencatatan dilalukan setelah observasi selesai. Namun dapat menimbulkan faktor lupa pada observer tentang hal penting apa saja yang ingin dicatat.


Referensi :
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Fudyartanta, Ki. 2005. Pengatar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Basuki, Heru. 2006. Penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.

JENIS OBSERVASI BERDASARKAN MASALAH APA YANG AKAN DIOBSERVASI BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAH LAKU YANG MANA YANG AKAN DIAMATI DAN DICATAT.

JENIS OBSERVASI BERDASARKAN MASALAH APA YANG AKAN DIOBSERVASI BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAH LAKU YANG MANA YANG AKAN DIAMATI DAN DICATAT.

1. Observasi sampel peristiwa (even-sampling).


Hanya mengamati beberapa sampel tingkah laku psuatu saat tertentu. Semua perilaku baik dan buruk dicatat.
Contoh : observasi tingkah laku kerjasama atau agresi pada waktu anak sedang bermainn bersama dengan teman – temannya di rumah atau di sekolah.
2. Observasi sampel waktu (time sampling).
Mengamati dan mencatat apa saja yang dilakukan individu dalam waktu tertentu.
Contoh : perilaku anak sekolah saat 1 jam istirahat sekolah.


OBSERVASI DILIHAT DARI POSISI OBSERVER

1. Observasi non-partisipan.

Posisi observer sebagai penonton atau ada diluar objek yang diamati. Observer tidk ikut serta dalam kegiatan individu yang diobservasi. Observasi benar – benar berfungsi sebagai penonton, pengamat dan pencatat tingkah laku yang di observasi.

2. Observasi partisipan.

Observer turut serta dalam kegiatan individu yang diobservasi. Cara ini untuk memperoleh tingkah laku individu yang tidak dibuat – buat, wajar dan alami, tidak merasa sedang diawasi.


OBSERVASI SISTEMATIS

Observasi sistematik biasa disebut juga observasi berkerangka atau structured observation. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah di atur kategorisasinya lebih dulu dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu.

a. Materi Observasi Isi dan luas situasi yang akan diobservasi dalarn observasi sistematik umumnya lebih terbatas. Sebagai alat untuk penelitian desicriptif, peneliti berlandaskan pada perumusan-perumusan yang lebih khusus. Wilayah atau scope observasinya sendiri dibatasi dengan tegas sesuai dengan tujuan dan penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada observasi partisipan yang umumnya digunakan dalam penelitian eksploratif.
Perumusan-perurnusan masalah yang hendak diselidikipun sudah dikhususkan, misalnya hubungan antara pengikut, kerjasama dan persaingan, prestasi be1aar, dan sebagainya. Dengan begitu kebebasan untuk memilih apa yang diselidiki sangat terbatas. Ini dijadikan ciri yang membedakan observasi sistematik dan observasi partisipan.

b. Cara-Cara Pencatatan Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan jawaban-jawaban, respons, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula. Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan “kuantifikasi” terhadap hasil-hasil penyelidikannya. Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang timbul dapat dihitung dan ditabulasikan. Ini nanti akan sangat memudahkan pekerjaan analisis hasil.

OBSERVASI EKSPERIMENTAL

a. Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun dalam lingkup experimental. Dalam observasi alamiah observer rnengamati kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan perilaku-perilaku observe dalam lingkup natural, yaitu kejadian, peristiwa, atau perilaku murni tanpa adanya usaha untuk menguntrol.
Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang relatif murni, untuk menyeidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia. Sebab faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku observee telah dikontrol secermat-cermatnya, sehingga tinggal satu-dua faktor untuk diamati bagaimana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu terhadap tingkah laku.

Ciri-ciri penting dan observasi eksperimental adalah sebagai berikut :

• Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam mungkin untuk semua observee.

• Situasi dibuat sedemikian rupa, untuk memungkinkan variasi timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observee.

• Situasi dibuat sedemikian rupa, sehingga observee tidak tahu maksud yang sebenannya dan observasi.

• Observer, atau alat pencatat, membuat catatan-catatan dengan teliti mengenai cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya jumlah aksi reaksi semata.



Referensi :
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Fudyartanta, Ki. 2005. Pengatar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Basuki, Heru. 2006. Penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.

INSTRUMEN DAN SETTING OBSERVASI

INSTRUMEN YANG DIGUNAKAN DALAM MELAKUKAN OBSERVASI

Instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, yaitu checklist, rating scale, anecdotal record, catatan berkala, dan mechanical device.
1. Check list, merupakan suatu daftar yang berisikan nama-nama responden dan faktor- faktor yang akan diamati.
2. Rating scale, merupakan instrumen untuk mencatat gejala menurut tingkatan- tingkatannya.
3. Anecdotal record, merupakan catatan yang dibuat oleh peneliti mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh responden.
4. Mechanical device, merupakan alat mekanik yang digunakan untuk memotret peristiwa- peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh responden

SETTING DAN SITUASI PELAKSANAAN OBSERVASI

1. Observasi Medan atau Alamiah (field setting).
Observasi di lapangan atau kancah tempat sesungguhnya hal yang akan kita amati.
Contoh : observasi anak dilakukan langsung dirumah, sekolah dan tempat bermain.
2. Observasi Simulatif (simulated setting).
Observasi dengan simulasi situasi. Artinya situasi observasi bila individu mendapat simulasi (tiruan) atau rangsangan untuk memperoleh tingkah laku tertentu.
Contoh : situasi kerja atau tes situasi (tidak seluruhnya dikendalikan).
3. Observasi laboratoris (laboratory setting).
Observasi dengan situasi laboratoriu, sehingga situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh observer.


Referensi :
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Fudyartanta, Ki. 2005. Pengatar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Basuki, Heru. 2006. Penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.

LANGKAH - LANGKAH, TEKNIK, DAN DIMENSI OBSERVASI

LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKUKAN OBSERVASI ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. Harus diketahui di mana observasi itu dapat dilakukan.
2. Harus ditentukan dengan pasti siapa saja yang akan diobservasi.
3. Harus diketahui dengan jelas data-data apa saja yang diperlukan.
4. Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
5. Harus diketahui tentang cara mencatat hasil observasi, seperti telah menyediakan buku catatan, kamera, tape recorder, dan alat-alat tulis lainnya.


DIMENSI OBSERVASI



Secara umum setiap observasi yang dilakukan tercakup dalam tiga dimensi, yaitu:
1. Partisipan dan Non partisipan.
2. Overt dan Covert.
3. Alamiah dan Buatan.
Dalam setiap observasi yang dilakukan selalu tercakup ketiga dimensi diatas, denganberbagai kombinasi. Bisa Psrtisipan-Overt-Alamiah (poa), Non partisipan-Overt-Alamniah(noa), Partisipan-Covert-Buatan (pcb), dan lain sebagainya.

TEKNIK OBSERVASI

secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Structured or controlled observation (observasi yang direncanakan, terkontrol)

pengamat menggunakan blangko-blangko daftar isian yang tersusun, dan didalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan.

2. Unstructure or informal observation (observasi informasi atau tidak terencanakan lebih dahulu).

pada umumnya pengamat belum atau tidak mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya.

PENGERTIAN OBSEVASI DAN TUJUAN OBSERVASI BAGI PSIKOLOGI

PENGERTIAN OBSERVASI



“Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung”.

Menurut Prof. Heru (2006) pengamatan atau observasi dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari – hari dan memperhatikan syarat – syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

TUJUAN OBSERVASI


Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dan perspektif mereka terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.

Observasi perlu dilakukan karena beberapa alasan, yaitu:
1. Memungkinan untuk mengukur banyak perilaku yang tidak dapat diukur dengan menggunakan alat ukur psikologis yang lain (alat tes). Hal ini banyak terjadi pada anak-anak.

2. Prosedur Testing Formal seringkali tidak ditanggapi serius oleh anak-anak sebagaimana orang dewasa, sehingga sering observasi menjadi metode pengukur utama.

3. Observasi dirasakan lebih mudah daripada cara peugumpulan data yang lain. Pada anak-anak observasi menghasilkan informasi yang lebih akurat daripada orang dewasa. Sebab, orang dewasa akan memperlihatkan perilaku yang dibuat-buat bila merasa sedang diobservasi.

Tujuan observasi bagi seorang psikolog pada dasarnya adalah sebagai berikut :

1. Untuk keperluan asesmen awal dilakukan di luar ruang konseling, misalnya: ruang tunggu, halaman, kelas, ruang bermain.
2. Sebagai dasar/titik awal dari kemajuan klien. Dari beberapa kali pertemuan psikolog akan mengetahui kemajuan yang dicapai klien.
3. Bagi anak-anak, untuk mengetahui perkembangan anak-anak pada tahap tertentu.
4. Digunakan dalam memberi laporan pada orangtua, guru, dokter, dan lain-lain.
5. Sebagai informasi status anak/remaja di sekolah untuk keperluan bimbingan dan konseling.

Beberapa Hal yang Menjadi Bahan Pengamatan.


Hal-hal yang biasanya menjadi pengamatan seorang peneliti yang menggunakan metode pengamatan adalah sebagai berikut.
1. Pelaku atau partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan yang diamati, apa status mereka, bagaimana hubungan mereka dengan kegiatan tersebut, bagaimana kedudukan mereka dalam masyarakat atau budaya tempat kegiatan tersebut, kegiatan menyangkut apa yang dilakukan oleh partisipan, apa yang mendorong mereka melakukannya, bagaimana bentuk kegiatan tersebut, serta akibat dari kegiatan tersebut.
2. Tujuan, menyangkut apa yang diharapkan partisipan dari kegiatan atau peristiwa yang diamati.
3. Perasaan, menyangkut ungkapan-ungkapan emosi partisipan, baik itu dalam bentuk tindakan, ucapan, ekspresi muka, atau gerak tubuh.
4. Ruang atau tempat, menyangkut lokasi dari peristiwa yang diamati serta pandangan para partisipan tentang waktu.
5. Waktu, menyangkut jangka waktu kegiatan atau peristiwa yang diamati serta pandangan para partisipan tentang waktu.
6. Benda atau alat, menyangkut jenis, bentuk, bahan, dan kegunaan benda atau alat yang dipakai pada saat kegiatan berlangsung.
7. Peristiwa, menyangkut kejadian-kejadian lain yang terjadi bersamaan atau seiring dengan kegiatan yang diamati.


Referensi :
Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Fudyartanta, Ki. 2005. Pengatar psikodiagnostik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Basuki, Heru. 2006. Penelitian kualitatif untuk ilmu – ilmu kemanusian dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.