1. Pendahuluan
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, dan direktif dan berjangka waktu singkat untuk menghadapu berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya kecemasan atau depresi. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek (keadaan emosi, perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya.
Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran, misalnya seorang penderita anxietas karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Dalam hal seperti ini terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku malasuai dan fungsi kognisi yang terhambat yang mendasari aspek kognitifnya yang ada.
Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan klien agar berpikir lebih realistik dan sesuai sehingga dengan demikian akan menghilangkan atau mengurangi gejala yang berkelainan yang ada.
Salah satu terapi kognitif yang berkembang adalah terapi rasional-emotif yang dikembangkan oleh Albert Ellis pada 1955, seorang psikoanalis yang merasa tidak berhasil mencapai hasil yang sangat baik dengan psikoanalisis yang ia dalami. Meskipun, ia mencoba jenis lain dari terapi psikodinamik dia masih tidak berhasil mencapai tingkat keberhasilan yang ia inginkan. Namun, ia mengamati bahwa ketika terapi kognitif mengubah keyakinan mereka tentang diri mereka, masalah mereka dan dunia mereka cenderung untuk diperbaiki lebih cepat daripada menggunakan pendekatan psikodinamik. Akhirnya ia mulai mendalami terapi kognitif dan berhasil mengembangkan terapi rasional-emotif
2. Terapi Rasional-Emotif
Diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis. Terapi rasional-emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitikberatkan pada pikiran daripada ekspresi emosi seseorang.
Pandangan Ellis (dalam Gunarsa, 1996) terhadap konsep manusia adalah :
1. manusia mengkondisioning diri sendiri terhahadap munculnya perasaan yang mengganggu pribadinya.
2. kecenderungan biologisnya sama halnya dengan kecenderungan kultural untuk berpikir salah dan tidak ada gunanya, berakibat mengecewakan diri sendiri.
3. kemanusiaannya yang unik untuk menemukan dan mencipta keyakinan yang salah yang mengganggu, sama halnya dengan kecenderungan mengecewakan dirinya sendiri sendiri karena gangguan-gangguannya.
4. kemampuan yang luar biasa untuk mengubah proses-proses kognitif, emosi dan perilaku, memungkinkan dapat :
a. Memilih reaksi yang berbeda dengan yang biasanya dilakukan
b. Menolak mengecewakan diri sendiri terhadap hampir semua hal yang mungkin akan terjadi.
c. Melatih diri sendiri agar secara setengah otomatis mempertahankan gangguan sesedikit mungkin sepanjang hidupnya.
Pandangan terhadap konsep manusia dari sudut pendekatan terapi rasional-emotif dan perkembangan ke arah timbulnya perasaan tidak bahagia karena gangguan emosi yang dialami, dikemukakan Patterson (dalam Gunarsa, 1996) sebagai berikut :
1. Manusia adalah pribadi unik, rasional dan tidak rasional. Bilamana manusia berpikir dan bertindak rasional, ia aa mampu bertindak efektif dan merasa bahagia.
2. hambatan emosi atau hambatan psikologis adalah akibat dari cara berpikir yang tidak rasional, tidak logis. Emosi menyertai pikiran dan ini mengakibatkan pikirannya tidak rasional.
3. pikiran tidak rasional berakar pada hal-hal yang tidak logis yang dipelajari sejak awal, sesuatu yang terjadi secara biologis diperoleh dari orangtua dan dari lingkungan budayanya. Dalam perkembangannya seorang anak yang mengetahui atau mempelajari sesuatu yang baik akan mengembangkan kehidupan emosinya yang positif (misalnya cinta atau kegembiraan). Sebaliknya jika diberitahukan atau diketahui bahwa sesuatu tidak baik atau tidak boleh dilakuan maka terbentuk perkembangan emosi negati (misalnya sakit, marah atau depresi).
4. manusia berpikir dengan mempergunakan simbool dan bahasa. Karena pikiran menyertai emosi, jika emosinya terganggu maka akan muncul pikiran tidak rasional. Pribadi yang terhambat akan terus mempertahankan keadaannya yang terhambat dan pikirannya yang tidak logis dengan melakukan verbalisasi internal tentang pikiran yang tidak rasional.
5. berlanjutnya hambatan emosi adalah akibat dari verbalisasi diri yang dilakukan terhadap diri sendiri jadi bukan sesuatu yang terjadi oleh pengaruh dari luar melainkan dari pengamatan dan sikapnya terhadap sesuatu kejadian. Ellis menekankan bahwa bukan situasi yang menyebabkan terjadinya anxietas pada seseorang, melainkan pengamatan yang dilakukan pribadi terhadap sesuatu keadaan yang menimbulkan perasaan tidak enak.
6. manusia memiliki sumber yang luas dan bebas untuk mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya dan dapat mengubah tujuan pribadi maupun sosialnya. Ellis melihat manusia sebagai pribadi yang unik yang memilii kekuatan untuk memahami keterbatasannya untuk mengubah pandangan dasar dan sistem nilainya dan untuk melawan kecenderungan-ecenderungan untuk menolak diri sendiri. Manusia memilii kemampuan untuk menghadapi sistem nilainya dan melatih kembali diri sendiri dengan keyakinan dan sistem nilai yang lain. Sebagai akibatnya, ia akan bertindak sangat berbeda dengan tindakannya yang dulu.
7. Pikiran negatif menyalahkan pikiran dan emosi diri sendiri karena itu harus dilawan dengan menyusun kembali pengamatan dan pikirannya sehingga menjadi logis dan rasional.
Pendekatan teori rasional-emotif menganggap bahwa manusia pada hakikatnya adalah korban dari berpikirnya sendiri yang tidak rasional dan tidak benar. Karena itu terapis dengan pendekatan ini berusaha memperbaiki melalui pola berpikirnya dan menghilngakan pola berpikir yang tidak rasional.. terapi dilihatnya sebagai usaha mendidik kembali (reeducation), jadi sebagai terapis bertindak sebagai pendidik dengan antara lain memberikan tugas yang harus dilakukan pasien serta mengajarkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya. Proses ini dilakukan dengan pendekatan langsung (directive) dan atau pendekatan eklektik.
Terapi rasional emotif dapat dilakukan secara individu dan kelompok sesuai dengan kebutuhannya.
3. Teori A-B-C Tentang Kepribadian
Teori A-B-C tentang kepribadian sangatlah penting bagi teori dan praktek terapi rasional eomotif. A adalah keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang. C adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang; reaksi ini bisa layak dan bisa pula tidak layak. A (peristiwa yang mengaktifkan) bukan penyebab timbulnya C (konsekuensi emosional). Alih-alih, B, yaitu keyakinan individu terhadap A yang menjadi penyebab C yakni reaksi emosional. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi sesudah perceraian, bukan perceraian tersebut yang menjadi penyebab timbulnya reaksi depresif, melainkan keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai kegagalan, penolakan, atau kehilangan teman hidup. Ellis (dalam Correy, 2007) berkeyakinan aan penolakan dan kegagalan (pada B) adalah yang menyebabkan depresi (pada C), jadi bukan peristiwa perceraian yang sebenarnya (pada A). Jadi, manusia bertanggung jawab atas penciptaan reaksi-reaksi emosional dan gangguan-gangguannya sendiri.
Ganggguan emosional itu dipertahankan oleh putusan-putusan yang tidak logis yang terus- menerus diulang oleh individu, seperti “aku orang yang tak berharga”, “aku memang sial”, “aku merasa kesepian dan tertolak dan ini adalah bencana yang mengerikan”. Ellis (dalam Correy, 2007) menyatakan bahwa anda merasakan sebagaimana yang anda pikiran. Reaksi-reaksi emosional yang terganggu seperti depresi dan kecemasan diarahkan dan dipertahankan oleh sistem keyakinan yang meniadakan diri yang berlandaskan gagasan-gagasan yang irasional yang telah dimasukkan oleh individu ke dalam dirinya.
Terapi rasional-emotif beramsumsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irrasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan perilakunya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan-perubahan dalam kepribadiannya adalah mengkonfrontasikan secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan-gagasan irrasional mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan-gagasan irrasional mereka diatas logika, dan mengajari mereka bagaimana berpikir secara logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irrasionalnya serta menyerang, menantang, mempertanyakan dan membahas keyakinan-keyakinan irrasional mereka.
Setelah A-B-C menyusul D membahas bahwa pada dasarnya D adalah penerapan metode ilmiah untuk membantu para klien menantang keyakinan-keyakinan irrasionalnya yang telah mengakibatkan gangguan-gangguan emosi dan tingkah laku. Karena prinsip-prinsip logika bisa diajarkan, prinsip-prinsip ini bisa digunakan untuk menghancurkan hipotesis-hipotesis yang tidak realistis dan yang tidak bisa diuji kebenarannya. Metode logikoempiris ini bisa membantu para klien menyingkirkan ideologi-ideologi yang merusak diri.
4. Hubungan Antara Terapis dan Klien
Ellis (dalam Correy, 2007) para pempraktek rasional-emotif cenderung tampil informal dan menjadi dirinya sendiri. Mereka sangat aktif dan direktif serta sering memberikan pandangan-pandangannya sendiri tanpa ragu. Mereka bisa menjadi objectif, dingin dan hampir tidak menunjukan kehangatan kepada sebagian besar kliennya.
Terapi ini juga menekankan toleransi penuh dan penghormatan positif tanpa syarat dari terapis terhadap kepribadian klien dalam arti terapis menghindari sikap menyalahkan klien.
5. Tujuan Terapi
Terapi bertujuan menghilangkan cara berpikir yang tidak logis dan tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional. Untuk memungkinkan hal ini terapis perlu memahami dunia pasien, perilaku pasien dari sudut pasien itu sendiri, memahami perilaku pasien yang tidak rasional tanpa terlibat denganperilaku tersebut sehingga memunginkan terapis dapat mendorong pasien agar pasien menghentikan cara berpikir yang tidak rasional.
6. Peran dan kegiatan terapis
Peran dan kegiatan terapis:
1. Bawalah pasien sampai pada akar persoalannya yang menimbulkan pikiran tidak rasional dan menimbulkan gangguan pada perilaku.
2. Doronglah pasien agar mengemukakan pikiran-pikirannya.
3. Tunjukan pada pasien dasar dari cara berpikirnya tidak logis.
4. Pergunakan analisis – logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan yang tidak rasional.
5. kemukakan kepada pasien bagaimana keyakinan-keyakinan ini tidak jalan dan bagaimana hal tersebut akan menimbulkan gangguan emosi maupun perilaku di kemudian hari.
6. pergunakan humor atau cara lain yang mungkin dirasakan aneh-aneh atau yang bukan-bukan seperlunya untuk menghadapi cara berpiir pasien yang tidak rasional.
7. jelaskan bagaimana pikiran-pikiran ini dapat diganti dengan pikiran lain yang lebih rasional dan dapat memiliki dasar empirik yang kuat.
8. ajarlah pasien bagaimana mempergunakan pendekatan ilmiah dalam proses berpikirnya, sehingga mereka dapat mengamati dan kemudian mengurangi cara berpikir yang tidak rasional dan logis yang dapat menimbulkan kesulitan dalam dirinya dikemudian hari.
7. Masalah Yang Dapat Ditangani Terapi Rasional Emotif
Pendekatan dengan terapi rasional emotif dapat dipergunakan untuk menghadapi masalah klinis seperti :
1. Depresi
2. Anxietas
3. Gangguan karakterologis
4. Sikap melawan
5. Masalah seks
6. Percintaan
7. Perkawinan
8. Pengasuhan
9. Masalah perilaku anak dan remaja
Pendekatan ini juga dapat dipakai dalam bidang bisnis, keluarga, hukum, olahraga dan organisasi.
8. Contoh Kasus
Seorang pria yang baru saja mengalami pemutusan hubungan kerja di perusahaannya mengalami depresi berat karena merasa hidupnya telah gagal dan ia sangat putus asa. Seorang terapis rasional-emotif berusaha membuatnya kembali bangkit dari keputus-asaannya.
Klien : saya merasa hidup saya sudah tidak berguna lagi, saya merasa hancur karena satu-satunya pendapatan saya adalah pekerjaan saya itu. Tapi saya sekarang sudah tidak bekerja lagi. Saya tidak mungkin bisa bertahan lagi.
Terapis : anda yakin anda tidak bisa bertahan lagi? Lalu kenapa anda tidak mencoba untuk melakukan sesuatu?
Klien : melakukan apa? Apapun yang saya lakukan pasti aan berakhir dengan kegagalan.
Terapis : menurut anda, anda bisa melakukan apa sekarang? Apa keahlian anda?
Klien : saya hanya bisa memasak masakan jepang.
Terapis : lalu kenapa anda tidak mencoba membuat usaha masakan jepang?
Klien : saya takut gagal dan tidak ada yang menyukainya.
Terapis : apa anda sudah mencobanya? Mengapa anda takut jika belum pernah mencoba?
Klien : belum, tetapi saya takut gagal lagi.
Terapis : ketakutan adalah hal yang wajar namun bila tidak kita coba bagaimana kita tahu hasilnya?
Dalam contoh kasus diatas terapis berusaha terus memancing klien untuk menghilangkan pikiran-pikiran irrasionalnya yang telah mengganggu emosi dan persepsinya. Klien terus dikonfrontir dan hingga ia menghapus pikiran irrasionalnya dan akhirnya klien mempunyai pikiran yang rasional
Daftar Pustaka
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama.
Goleman, Daniel., & Speeth, R Kathleen. (1993). Essensial Psikoterapi Teori dan Praktek Para Ahli. Semarang: Dahara Prize.
Gunarsa, D Singgih. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
No comments:
Post a Comment